19 Januari 2008

Selamat Datang di Angkasa


Terbang melayang tersaput angin dan merasakan kebebasan abadi adalah yang ditawarkan olahraga paragliding atau paralayang ini. Di bukit Gantolle, kawasan Puncak – Jawa Barat, Anda dapat merasakan olahraga ini dikembangkan menjadi sebuah wisata petualangan. Tak ada salahnya kita mencobanya juga, sebagai pengisi waktu luang di akhir minggu yang tersisa.

Melihat pemandangan luas dari udara bisa dibilang sebuah dimensi baru bagi kelopak mata kita. Dapat melayang seperti burung dan menikmati hawa sejuk pegunungan yang tak ada habisnya untuk dihirup, adalah juga kenikmatan tiada dua di dunia. Itulah sensasi yang akan kita dapat bila berkesempatan mencoba salah satu olahraga dirgantara yang berada di kawasan Puncak ini.
Paralayang mulanya dikenalkan oleh seorang bernama Dr. Francis Ragallo dan istrinya yang bernama Gertrude. Ide awalnya, mereka berdua hanya bermimpi bisa menjadi seperti burung dan dapat terbang bebas mengangkasa menikmati angin. Akhirnya dengan bermodalkan parasut terjun berangka segi tiga mereka berdua mewujudkan impiannya tersebut dengan melompat dari atap rumahnya yang berada di dekat Universitas Harvard, Inggris. Layang gantung berangka segi tiga itulah yang kemudian merupakan cikal bakal penerjunan bebas menggunakan parasut yang ada hingga sekarang.
Ide terbang dengan menggunakan parasut ini kemudian diteruskan oleh Pierre Lemoigne, yang mendesain bahan parasut tanpa rangka yang dinamakan ”Para Commander” (PC) pada sekitar tahun 60-an. Bahan parasut yang didesain Pierre yang disebut ”Paracending” ini lebih ringkas dan lebih memberikan kesempatan melayang lebih lama. Era ini merupakan babak baru dalam teknik melayang di udara.
Setelah Paracending berkembang, mulailah terilhami era menerjuni puncak-puncak gunung atau lereng –lereng terjal dengan menggunakan parasut. Olahraga ”maut” bertingkat bahaya ganda ini dimulai di daratan Eropa sekitar tahun 80-an awal. Negara Prancis dan Swiss yang terutama sangat maju dalam hal ini. Terus berkembang ke seluruh dunia, hingga akhirnya tiba di Indonesia sekitar tahun 90-an awal.
Percobaan pertama penerbangan dengan menggunakan parasut ini dimulai di daerah pantai Parang Tritis, Yogyakarta oleh (alm) Dudi Arif Wahyudi. Olahraga ini terus berkembang hingga sekarang dan mulai dijadikan trip wisata dan diadakan perlombaan khusus mulai tahun 1995.

Menangkap Angin
Sebenarnya banyak situs menarik untuk mencoba olahraga ini di seluruh kawasan Indonesia. Tercatat di tanah Jawa Barat saja sampai enam situs yang ada. Di antaranya daerah seperti Sentul, kawasan Puncak, kawasan Kampung Toga di Sumedang, Gunung Haruman dan Guntur di Garut dan banyak lagi yang lain, merupakan daerah yang sering dikunjungi para pecinta olahraga angkasa ini.
Penulis sendiri yang sebenarnya agak penasaran juga dengan olahraga menantang model begini, akhirnya tak tahan, sehingga mencobanya di kawasan Puncak, Jawa Barat.
Tak begitu sulit untuk mencapai tempat take off di daerah Cisarua ini. Cukup mencari angkutan menuju Puncak dan singgah di daerah bukit Gantolle yang berada tak jauh dari Mesjid Raya di Puncak. Sejenak kita bisa mampir ke sekretariat PLGI (Persatuan Layang Gantung Indonesia) untuk memperoleh sedikit informasi tentang olahraga ini. Bila kita tak memiliki seorang kenalan pun, di sini tetap akan diterima baik seperti teman saja layaknya.
Untuk mencoba olahraga ini kita harus mulai juga melatih kesabaran yang ada. Faktor pendukung alam seperti angin dan cuaca sangat menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan kita bisa terjun atau tidak. Dan biasanya kisaran waktu jam 11 siang hingga jam 3 sore adalah saat yang tepat untuk mencobanya.
Bila faktor angin dan cuaca dirasa sudah mencukupi, maka taklimat singkat akan diberikan kepada kita untuk memulai olahraga ini. Pilot tandem akan membantu memasang harness- tali pengikat tubuh dengan parasut- di seluruh badan kita. Helm juga wajib dikenakan, selain pakaian lengan panjang dan sepatu berleher tinggi yang lebih disarankan untuk dipakai.
Masalah umur tidak terlalu dipersoalkan, siapa saja bisa mencobanya. Tapi disarankan bagi yang berpenyakit jantung, hipertensi, epilepsi, asma dan vertigo agar menghubungi dahulu dokter yang dipercaya untuk mendapatkan sarannya.
Di sinilah mulainya letak perbedaan antara olahraga paragliding dan terjun payung. Bila pada terjun payung parasut baru dikembangkan setelah peterjun keluar dari badan pesawat, sedangkan pada paragliding parasut sudah dikembangkan saat kaki kita masih berpijak di tanah.
Windsock di kiri landasan juga menjadi patokan arah datangnya angin. Sebab angin diharapkan datang dari posisi depan kita, untuk membantu mengembangkan parasut yang ada di belakang badan. Setelah payung parasut terkembang karena menangkap angin yang datang, maka tubuh dengan sendirinya akan terangkat menuju angkasa. Tapi memang lebih disarankan agar peterjun berlari menuju lereng landasan untuk mendapat angin naik yang diperlukan untuk mengangkasa.

Selamat Datang di Angkasa
Sulit dipercaya memang kita bisa terbang seperti ini. Sebab saat terakhir kaki menginjak ujung lintasan, ada rasa tak yakin yang menjalari tubuh. Perintah berlari yang dibisikkan pilot tandem saya tak terbukti mengangkat tubuh ini sampai saat kaki sudah di langkah terakhir lintasan. Akhirnya saya putuskan untuk menerima segala risiko yang ada bila tubuh ini tak terangkat ke angkasa dan terjerembab di pucuk-pucuk pohon teh di sana.
Pada lompatan terakhir itulah terasa sekali tubuh terangkat cepat ke atas. Seperti tertinggal saja nyawa saya di bawah sana. Dan saat nyawa itu sudah kembali lagi ke tubuh ini, hanya satu teriakan senang yang bisa melukiskan sensasi yang ada di seluruh kelenjar tubuh ini.
Kemudian posisi duduk ditawarkan pilot tandem saya agar bisa lebih menikmati pemandangan yang ada. Puas sekali mata saya menjelajah seluruh permukaan tanah yang ada di daratan Cisarua dan sekitarnya. Rumah-rumah berjejer-jejer kecil-kecil saja, dibelah oleh liukan jalan raya yang berkelok-kelok dengan garis putih-putih di atasnya. Di depan saya, segaris dengan horizon yang ada, terbentang Gunung Salak yang puncaknya terlihat putih tertutup kabut. Di belakang gunung itu berderet-deret rangkaian Pegunungan Halimun yang juga terlihat tipis-tipis tersaput awan.
Langit biru, semua biru, kecuali yang berada di dekat anak punggungan kecil Gunung Gede-Pangrango mulai ada awan berarak-arak putih berkejaran. Sesaat payung parasut berputar, membalikkan arah pandangan menuju kehijauan alam Pegunungan Taman Nasional Gede –Pangrango. Dari atas sini terlihat jelas sekali lembah-lembah gelap di dasar sana dan belahan-belahan punggungan gunung menuju ke puncak-puncak bukit kecil yang merupakan pondasi dasar gunung tersebut. Ahh..indah sekali, hijau dan hijau saja adanya.
Di kejauhan juga terlihat tempat take off sebelumnya. Orang-orang yang ada di sana hanya terlihat seperti barisan titik-titik hitam saja adanya, tapi jelas sekali mereka sedang memperhatikan dan mengawasi kami.
Berbahagialah orang yang bisa menikmati olahraga ini, sebab terhirup banyak hawa pembebasan di sini, seperti juga saya yang mulai merasakan kebebasan sekarang. Olahraga ini memang tidak dibuat untuk kecepatan, tapi untuk ketenangan, untuk penjelajahan dalam dimensi tetap melayang.

Tidak ada komentar:

Kata Mutiara Hari Ini

Hanya penderitaan hidup yang dapat mengajarkan manusia akan arti keindahan dan nilai kehidupan